Kabinet Jepang baru saja menyetujui paket stimulus ekonomi besar-besaran—21,3 triliun yen, setara dengan 135,4 miliar dolar AS. Angka ini meningkat 27% dibandingkan dengan tahun lalu, mencetak rekor tertinggi setelah pandemi. Sikap Takamori Sawae sangat langsung: pajak tidak cukup? Jika demikian, terbitkan obligasi baru.

Masalahnya muncul. Utang menumpuk seperti gunung, yield obligasi pemerintah Jepang 30 tahun langsung melambung ke 3%. Kurs USD/JPY juga mulai merangkak naik. Di mana titik paling tegang di pasar saat ini? Dengan melonjaknya yield obligasi jangka panjang, apakah ini akan menakut-nakuti dana dari transaksi arbitrase?

Sebenarnya, untuk menilai apakah perdagangan carry trade sudah mereda, cukup dengan memperhatikan nilai tukar USD/JPY. Ingat pelajaran dari bulan Juli tahun lalu? Nilai tukar anjlok dari 161 menjadi 146 dalam sebulan, dan pada minggu pertama bulan Agustus bahkan jatuh hingga 141. Gelombang itu disebabkan oleh banyak aset dalam dolar yang dijual, yang mengakibatkan aliran dana kembali ke Jepang untuk menukar yen. Jika kali ini perdagangan carry trade gagal lagi, nilai tukar pasti akan mengalami pukulan hebat yang serupa.

Apakah Bank Sentral Jepang akan menaikkan suku bunga pada bulan Desember? Takako Hayashi jelas tidak ingin tindakan itu diambil dengan cepat—bagaimana pun, baru saja memulai pencetakan uang untuk merangsang ekonomi, menaikkan suku bunga justru akan mengimbangi efeknya, bukan? Namun, Gubernur Bank Sentral Ueda Kazuo mungkin tidak sependapat dengan pendapatnya, jadi masih ada kemungkinan perubahan.

Singkatnya, untuk mengetahui apakah ada masalah dengan perdagangan arbitrase, jangan melihat indikator yang rumit, langsung saja lihat nilai tukar USD/JPY. Turun drastis? Itu berarti dana sedang menarik diri dari pasar AS dan beralih ke Jepang, sinyal risiko sudah menyala.